Minggu, 06 November 2011

KAWASAN WALLACEA 1 - Informasi Umum

Informasi Umum Kawasan Wallacea

Gambaran Umum


Kawasan Wallacea merupakan daerah kepulauan utama Indonesia di bagian timur yang menempati daratan dengan total luas 338.494 km², termasuk diantaranya pulau besar seperti Sulawesi, Kepulauan Maluku (Maluku dan Maluku Utara) dan Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur).

Kawasan Wallacea dipisahkan dari paparan Sunda oleh Garis Wallace, yang memisahkan biogeografi alam Indo-Malaya dan Australasia.  Jalur dan kedua kawasan ini dinamai pada abad ke-19 oleh penjelajah dan naturalis berkebangsaan Inggris bernama Alfred Russel Wallace, yang telah mengidentifikasi kekhasan fauna di kedua sisi dari garis tersebut.

Garis Wallace merupakan garis imajiner yang membagi kepulauan Indonesia ke dalam dua daerah, daerah zoogeografis Asia dan daerah zoogeografis Australasia (Wallacea). Garis tersebut ditarik melalui kepulauan Melayu, diantara Kalimantan (Borneo) dan Sulawesi (Celebes); dan diantara Bali dan Lombok. Walaupun jarak antara Bali dan Lombok relatif pendek, sekitar 35 kilometer, distribusi fauna di sini sangat dipengaruhi oleh garis ini. Sebagai contoh, sekelompok burung tidak akan mau menyeberang laut terbuka walaupun jaraknya pendek.

Vegetasi di Sulawesi dan Maluku sebagian besar merupakan hutan hujan tropis dan hanya sebahagian kecil saja di Nusa Tenggara, formasi-formasi hutan hujan hanya ditemukan pada daerah dataran tinggi dan di daerah-daerah dengan intensitas hujan yang tinggi.  Sementara secara signifikan daerah Nusa Tenggara didominasi oleh hutan savana, termasuk beberapa hutan Eucalyptus.  Di beberapa daerah paparan rendah, seperti di bagian timur Sulawesi, memiliki tanah ultrabasa yang tidak subur dengan konsentrasi zat besi yang tinggi, magnesium, aluminium, dan logam berat. Hutan dataran rendah di tanah miskin hara ini didominasi pohon yang agak pendek.

Geografi


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/5/5f/Map_of_Sunda_and_Sahul.png
Wallace's line delineates Australian and Southeast Asian fauna. 
The probable extent of land at the time of the last glacial maximum, 
when the sea level was more than 110 m lower than today, is shown in grey. 
The deep water of the Lombok Strait between Bali and Lombok formed 
a water barrier even when lower sea levels linked 
the now-separated islands and landmasses on either side.

Batas antara paparan Sunda dan Wallacea mengikuti Garis Wallace. Garis batas ini diberi nama oleh Alfred Russel Wallace, seorang naturalis yang telah mencatat perbedaan pada mamalia, burung  dan fauna antara pulau-pulau pada kedua sisi dari garis tersebut. Kepulauan paparan Sunda ke arah barat dari garis wallacea, termasuk Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan, memiliki karateristik menyerupai fauna di Asia Timur, termasuk harimau, badak, dan kera. Selama zaman es, permukaan laut lebih rendah, menjadikan paparan Sunda menghubungkan pulau-pulau ini satu sama lain dan ke Asia sehingga memungkinkan hewan darat Asia untuk bermigrasi ke pulau-pulau ini. Pulau-pulau Wallacea memiliki sedikit mamalia, burung darat, atau ikan air tawar yang berasal antar benua karena sulit untuk menyeberangi lautan luas. kebanyakan burung, reptil, dan spesies serangga lebih mampu menyeberangi selat, dan banyak spesies yang berasal Australia dan Asia ditemukan di sana. Jenis tanaman di Wallacea sebagian besar berasal dari Asia, Paparan Sunda, Wallacea, dan New Guinea sebagai provinsi Floristic Malesia.

Demikian pula, Australia dan New Guinea di sebelah timur dihubungkan oleh dangkalan dataran benua (constinental shelf), dan dihubungkan oleh sebuah jembatan tanah selama zaman es membentuk satu benua dengan sebutan yang  berbeda-beda oleh Ilmuwan sebagai Australia-New Guinea, Meganesia, atau Sahul. Akibatnya, Australia, New Guinea, dan Kepulauan Aru memiliki banyak hewan mamalia, burung darat, dan ikan air tawar yang tidak ditemukan di Wallacea. Garis Wallacea dari Australia-New Guinea disebut garis Lydekker. Filipina (kecuali Palawan yang merupakan bagian dari Paparan Sunda) biasanya tidak selalu dianggap sebagai wilayah yang terpisah dari Wallacea. Garis Weber adalah titik tengah di mana fauna dan flora Asia dan Australia yang memiliki kemiripan.

Sosial Ekonomi

Secara administrasi pemerintah, kawasan Wallacea meliputi wilayah Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku dan Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat,  Nusa Tenggara Timur,. Berdasarkan data Sensus Penduduk antar Sensus tahun 2005 jumlah penduduk yang mendiami kawasan ini berjumlah  26.368.341 jiwa.
Sulawesi
Sulawesi adalah pulau dalam wilayah Indonesia yang terletak di antara Pulau Kalimantan dan Kepulauan Maluku. Dengan luas wilayah sebesar 174.600 km², Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-11 sedunia dan merupakan pulau terbesar keempat di Indonesia setelah Papua, Kalimantan dan Sumatera.

Bentuknya yang unik menyerupai bunga mawar laba-laba yang membujur dari utara ke selatan dan tiga semenanjung yang membujur ke timur laut, timur dan tenggara. Pulau ini berbatasan dengan Kalimantan di sebelah barat, Filipina di utara, Flores di selatan, Timor di tenggara dan Maluku di sebelah timur.

Pemerintahan di Sulawesi dibagi menjadi enam propinsi yaitu propinsi Sulawesi Utara ibu kotanya Manado, Sulawesi Tengah ibu kotanya Palu, Sulawesi Selatan ibu kotanya Makasar, Sulawesi Tenggara ibu kotanya Kendari, Sulawesi Barat ibu kotanya Mamuju, dan Gorontalo ibu kotanya Gorontalo. Sulawesi Tengah merupakan propinsi. Pada tahun 2005 jumlah penduduk yang mendiami pulau ini kurang lebih 16 juta penduduk dengan kepadatan 92 /km²  . Di Pulau ini dikenal dengan beberpa suku bangsa antara lain Suku bangsa Makassar, Bugis, Mandar, Minahasa, Gorontalo, Toraja, Bajau, Mongondow.

Provinsi Maluku.

Secara administratif, Pusat pemerintahan Provinsi Maluku di kota Ambon yang terdiri dari 7 (tujuh) kabupaten dan 1 (satu) kotamadya, yaitu Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, dan Kotamadya Ambon. Dan terdiri dari 64 Kecamatan, 886 Desa/Kelurahan.

Luas wilayah Provinsi Maluku secara keseluruhan adalah 581.376 km persegi, terdiri dari luas lautan 527.191 km persegi dan luas daratan 54.185 km persegi. Dengan kata lain sekitar 90% wilayah Provinsi Maluku adalah lautan.

Pada tahun 2000 jumlah penduduk di Provinsi Maluku tercatat sebanyak 1.200.067 jiwa, sedangkan sesuai hasil registrasi penduduk 2004 - 2006 jumlah penduduk tercatat 1.313.022 jiwa pada tahun 2004, dan tahun 2005 mencapai 1.350.156 jiwa, dan pada tahun 2006 menjadi 1.384.585 jiwa. Tercatat laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,91% per tahun.  Angka pertumbuhan penduduk antara 8 kabupaten/kota sangat bervariasi. Kabupaten Buru dan Maluku Tenggara mengalami penurunan jumlah penduduk selama tahun 2000 - 2005, sementara kabupaten lainnya mengalami peningkatan jumlah penduduk. Bahkan Kota Ambon mengalami peningkatan yang cukup tajam, yaitu mencapai 4,98%.

Penyebaran penduduk di Provinsi Maluku sangat tidak merata. Berdasarkan hasil Registrasi Penduduk 2006 persentase penduduk Kabupaten Maluku Tengah Tercatat lebih tinggi dari Kabupaten yang lain yaitu 25,81%, sementara Kabupaten Aru hanya mencapai 5,23%. (Website Maluku)

Kondisi geografis Provinsi Maluku bila dilihat dari sisi strategis peluang investasi bisnis dapat diprediksi bahwa sumber daya alam di sektor perikanan dan kelautan dapat dijadikan primadona bisnis di Maluku, selain sektor lainnya seperti pertanian sub sektor peternakan dan perkebunan, sektor perdagangan dan sektor pariwisata serta sektor jasa yang seluruhnya memiliki nilai jual dan potensi bisnis yang cukup tinggi

Bahasa yang digunakan di provinsi Maluku adalah Bahasa Melayu Ambon, yang merupakan salah satu dialek bahasa Melayu. Sebelum bangsa Portugis menginjakan kakinya di Ternate (1512), bahasa Melayu telah ada di Maluku dan dipergunakan sebagai bahasa perdagangan. Bahasa Indonesia, seperti di wilayah Republik Indonesia lainnya, digunakan dalam kegiatan-kegiatan publik yang resmi seperti di sekolah-sekolah dan di kantor-kantor pemerintah.

Sebelum bangsa-bangsa asing (Arab, Cina, Portugis, Belanda dan Inggris) menginjakan kakinya di Maluku (termasuk Maluku Utara), bahasa-bahasa tersebut sudah hidup setidaknya ribuan tahun.

Mayoritas penduduk di Maluku memeluk agama Kristen dan Islam. Hal ini dikarenakan pengaruh penjajahan Portugis dan Spanyol sebelum Belanda yang telah menyebarkan Kekristenan, dan pengaruh Kesultanan Ternate dan Tidore yang menyebarkan Islam di wilayah Maluku serta Pedagang Arab di pesisir Pulau Ambon dan sekitarnya sebelumnya.

Maluku Utara
Maluku Utara merupakan salah satu dari dua Provinsi di Kepulauan Maluku, merupakan hasil pemekaran dari wilayah Provinsi Maluku. Ibukota Provinsi Maluku Utara yang definitif adalah di Sofifi namun mempertimbangkan berbagai aspek daya dukung prasarana dan sarana pemerintahan yang ada di Sofifi belum memadai untuk menjalankan pemerintahan maka dalam rangka menjalankan roda pemerintahan provinsi , untuk sementara ditempatkan di Kota Ternate dan berjalan sampai dengan saat ini.

Luas total wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai 140.255,36 km2, dengan luas wilayah perairan 106.977,32 km² (76,27%), dan daratan seluas 33,278 km² (23,73 %).Terdiri dari 395 buah pulau besar dan kecil. Dari jumlah itu, sebanyak 64 pulau telah di huni, sedangkan 331 pulau lainnya tidak dihuni. Jumlah penduduk tahun 2003 sebanyak 849.724 jiwa, rata-rata laju pertumbuhan sebesar 2,16% per tahun.

Pulau yang tergolong relatif besar adalah Pulau Halmahera (18.000 km²), pulau yang ukurannya relatif sedang yaitu Pulau Obi (3900 km²), Pulau Taliabu(3195 km²), Pulau Bacan (2878 km²), dan Pulau Morotai (2325 km²). Pulau-pulau yang relatif kecil antara lain Pulau Ternate, Tidore, Makian, Kayoa, Gebe dan sebagainya.

Secara administrasi terbagi menjadi 6 wilayah Kabupaten dan 2 wilayah Kota yaitu Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera tengah, Kabupaten Kepulauan Sula, Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan. Terdiri dari 8 (delapan) sub etnis yaitu ternate, tidore, makian, galela, tobelo, sanana, maba dan bacan yang masing – masing memiliki bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda serta memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Banyaknya sub etnis tersebut merupakan suatu potensi yang kuat dan tangguh dalam menangani pembangunan di Provinsi Maluku Utara.

Propinsi Maluku Utara secara geografis terletak di Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Halmahera, Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Maluku, Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Samudera Pasific, Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Seram. Berada pada 3° Lintang Utara hingga 3° Lintang Selatan dan 124 ° hingga 129 ° BujurTimur. Wilayah ini dilintasi khatulistiwa, tepatnya di Halmahera Tengah yang memberi efek penting pada pemanasan air laut yang bergerak dari samudera Indonesia ke Pasifik.

Perekonomian wilayah ini mengandalkan sektor perikanan dan kelautan, peternakan, pertambangan, kehutanan, perkebunan, tanaman pangan dan sektor parawisata.

Pada abad keenam belas dan ketujuh belas, kepulauan Maluku Utara merupakan "Spice Islands"  yang asli. Pada saat itu, daerah ini merupakan satu-satunya sumber penghasil cengkeh dunia. Belanda, Portugis, Spanyol, dan pemerintahan lokal saat itu, termasuk kesultanan Ternate dan Tidore berperang satu dengan lainnya untuk mengendalikan perdagangan rempah-rempah yang menguntungkan ini. Sejak pohon cengkeh mulai ditanami juga di seluruh belahan dunia dan permintaan cengkeh dari puau-pulau penghasil rempah-rempah asli ini mulai menurun dan berhenti, kondisi ini sangat mempengaruhi keberadaan Maluku Utara di Dunia Internasional.

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Barat sebelumnya merupakan bagian dari Negara Indonesia Timur dalam konsepsi Negara Republik Indonesia Serikat dan menjadi bagian dari Provinsi Sunda Kecil setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia. Setelah mengalami beberapa kali proses perubahan sistem ketatanegaraan pasca diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia, barulah terbentuk Provinsi NTB.

Nusa Tenggara Barat yang terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, memiliki luas wilayah 20.153,15 km2.Terletak antara 115° 46' - 119° 5' Bujur Timur dan 8° 10' - 9 °g 5' Lintang Selatan. Selong merupakan kota yang mempunyai ketinggian paling tinggi, yaitu 148 m dari permukaan laut sementara Raba terendah dengan 13 m dari permukaan laut. Dari tujuh gunung yang ada di Pulau Lombok, Gunung Rinjani merupakan tertinggi dengan ketinggian 3.775 mdpl, sedangkan Gunung Tambora merupakan gunung tertinggi di Sumbawa dengan ketinggian 2.851 mdpl.

Pusat pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak di kota Mataram. Provinsi ini terdiri dari 8 kabupaten dengan total jumah penduduk yang mendiaminya berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006, mencapai 4.257.306 jiwa. 

Secara sosial budaya NTB terdiri dari suku tau etnis  Sasak  (68%), Bima (13%), Sumbawa (8%) dan  Balinese (3%). Masyarakat disini menganut agma Islam, Hindu,  Buddha. Sumber pendapatan utama daerah ini adalah di sektor pertambagnan dan pertanian disamping sektor jasa dan lainnya.

Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di tenggara Indonesia, terdiri dari beberapa pulau, antara lain Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo dan Palue. Ibu kotanya terletak di Kupang, Timor Barat.

Secara keseluruhan provinsi ini terdiri dari kurang lebih 556 pulau, 432 diantaranya sudah mempunyai nama ; tiga pulau utama di NTT adalah Flores, Sumba, dan Timor Barat yang menempati bagian barat pulau Timor. Sementara bagian timur pulau tersebut adalah bekas provinsi Indonesia yang ke-27, yaitu Timor Timur, yang merdeka menjadi negara Timor Leste pada tahun 2002.

Secara geografi Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan katulistiwa pada posisi 80 – 120  Lintang Selatan dan 1180 – 1250 Bujur Timur. Batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores , Sebelah Selatan dengan Samudera Hindia , Sebelah Timur dengan Negara Timor Leste ,  Sebelah Barat dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Secara administrasi Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang terdiri dari 21 kabupaten dengan luas wilayah keselurhan mencapai 47.876 km2. Pusat administrasi provinsi ini terletak di kota di Kupang. Berdasarkan data BPS NTT tahun 2007 penduduk wilayah ini berjumlah 4.448.873 jiwa dimana penduduk laki-laki sebanyak 2.213.608 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 2.235.265 jiwa.

Sebagian besar penduduk beragama Kristen dengan persentase ± 89% (mayoritas Katolik), ± 9% Muslim, ± 0,2% Hindu atau Buddha, dan ± 3% untuk lainnya. Berdasarkan suku atau etnis yang tinggal di provinsi ini terdiri dari  Dawan (21%), Manggarai (15%), Sumba (13%), Lamaholot (5%), Belu (6%), Rote (5%), Lio (4%).

ANCAMAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI

Pembakaran lahan oleh manusia untuk lahan pertanian dan padang penggembalaan ternak telah terjadi sejak mereka tiba di Wallacea sekitar 40.000 tahun yang lalu. Seperti di tempat lain, ekosistem Wallacea telah terkena dampak paling dramatis dalam 100 tahun terakhir atau lebih. Dalam abad terakhir, jumlah manusia di hotspot telah bertambah empat kali lipat, dan pembangunanpun tumbuh pesat bersamaandengan itu. Salah satu negara terbaru dunia, Timor Leste, secara resmi diakui pada tahun 2002, dan banyak lagi bagian dari Wallacea lainnya gejolak politik dan perubahan berubah secara dramatis.

Penebangan kayu komersial di Wallacea dimulai pada awal abad ke-20. kawasan hutan telah ditebang untuk lahan  pertanian, pemanfaatan hasil kayu dan program transmigrasi. kebakaran hutan ini selalu menjadi masalah utama di Indonesia. Pengusahaan perkebunan dan pertanian yang kadang-kadang disengaja membakar turut memperburuk kondisi lingkungan. Secara keseluruhan tutupan hutan yang tersisa di daratan Wallacea hanya tinggal 45 persen lagi, dan hanya 15 persen dalam kondisi agak utuh. Nusa Tenggara diperkirakan hanya sekitar tujuh persen tutupan hutan yang tersisa, sementara Sulawesi masih sekitar 42 persen tertutup hutan asli. Sebagian besar hutan yang tersisa telah dialokasikan untuk konsesi kayu atau untuk usaha pertambangan. Bentuk tekanan lain terhadap hutan adalah kegiatan perburuan oleh masyarakat.

Ancaman terhadap spesies penting di kawasan ini juga dikarenakan kondisi pulau-pulau yang sangat rentan terhadap kepunahan. Sangihe di Sulawesi Utara, hutan di pulau ini hanya tinggal sedikit oleh kegiatan masyarakat untuk perkebunan kelapa dan pala. Saat ini satu-satunya yang tersisa adalah sepetak kecil hutan montana di atas bekas gunung berapi (Gunung Sahendaruman) merupakan benteng terakhir yang menyimpan contoh-contoh keunikan keanekaragaman hayati Pulau Sangihe yang unik, saat ini statusnya sebagai Hutan Lindung. Petakan hutan kecil ini merupakan habitat penting bagi jenis .

Aksi Konservasi

Keanekaragaman hayati di Wallacea sangat bervariasi. Hampir setiap pulau memerlukan kawasan lindung sendiri untuk menjamin pelestarian spesies endemik, dari total luas wilayah Wallacea hanya sekitar 24.000 km ² atau tujuh persen dari daerah ini yang dilindungi. Sebagai contoh dari keterwakilan sebahagian kecil keanekaragaman hayati di kawasan lindung, hanya 35 dari 112 daerah burung penting yang telah diidentifikasi oleh BirdLife Indonesia saat ini dilindungi.

Survei Wildlife Conservation Society selama tiga tahun di Sulawesi telah dilakukan untuk memahami isu-isu konservasi dan membuat rekomendasi untuk nasional, provinsi dan pemerintah daerah. Saat ini, kawasan lindung yang paling penting di pulau Sulawesi seluas 3.000 km ² adalah Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Namun, taman nasional ini terancam oleh usaha penambangan emas skala kecil, perambahan dan pembalakan liar, perburuan dan pengambilan hasil rotan. Taman Nasional Lore Lindu di Sulawesi Tengah seluas 2.300 km ² merupakan kawasan lindung penting lainnya. The Nature Conservancy juga telah melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah dan LSM. Di Kepulauan Togean, Conservation International telah bekerja selama hampir satu dekade.  Program konservasi di Taman Nasional Komodo difokuskan pada peningkatan kesadaran, teknik penangkapan ikan yang berkelanjutan, peningkatan kapasitas dan pembentukan bertanggung jawab menyelam dan bisnis ekowisata.

BirdLife Indonesia (Burung Indonesia) bersama-sama dengan Bank Dunia-GEF, telah melakukan proses partisipatif untuk menyelesaikan konflik pengelolaan hutan di Kepulauan Sangihe-Talaud untuk melindungi dua kawasan hutan yang merupakan satu-satunya rumah dari tujuh jenis burung endemik yakni Hutan Lindung Sahendaruman dan Suaka Margasatwa Karakelang. Di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, BirdLife Indonesia (Burung Indonesia) dan BirdLife International memfasilitasi pembentukan dua taman nasional untuk melindungi sisa hutan paling penting di pulau ini dan mendorong aksi masyarakat untuk menghentikan pembalakan liar dan penangkapan satwa wilayah itu. Selain itu BirdLife Indonesia (Burung Indonesia) juga melakukan survei dan mengidentifikasi prioritas aksi seluruh Nusa Tenggara Tenggara dan Maluku. Di Pulau Tanimbar, di tenggara Maluku, hal ini telah diikuti dengan sebuah program untuk membantu pemerintah dan masyarakat setempat merencanakan pengelolaan hutan yang masih luas (sebagai rumah bagi delapan jenis burung endemik). Di Halmahera, program konservasi untuk melindungi hutan kritis di pulau ini sempat terhenti saat terjadi kerusuhan pada tahun 1999 dan sejak tahun 2004 program Burung Indonesia dimulai kembali untuk membantu pengelolaan secara kolaboratif kawasan konservasi di Taman Nasional Aketajawe-Lolobata.

Sumber :
Wikipedia, NTB dalam dalam angka (Web), NTT dalam angka (Web), Maluku Utara dalam Angka (Web), Maluku dalam angka (web), beberapa Laporan dan Publikasi Burung Indonesia.



Garis Weber - Weber's Line

Max Carl Wilhelm Weber atau Max Wilhelm Carl Weber (lahir di Bonn, 5 Desember 1852 – meninggal di Berbeek, 7 Februari 1937 pada umur 84 tahun) adalah seorang ilmuwan ahli ilmu hewan (zoologis) dan biogeografi berkebangsaan Jerman-Belanda.

Max Weber belajar di Universitas Bonn, lalu melanjutkan ke Universitas Humboldt di Berlin bersama zoologis Eduard Carl von Martens (1831-1904). Ia mencapai tingkat doktoratnya pada 1877. Weber lalu mengajar pada Universitas Utrecht dan turut serta dalam sebuah ekspedisi ke Laut Barents. Setelah itu, pada 1883 Weber dikukuhkan menjadi Profesor Zoologi, Anatomi dan Fisiologi pada Universitas Amsterdam. Pada tahun yang sama ia menjadi warganegara Belanda.

Salah satu teorinya dalam biogeografi adalah apa yang disebut sebagai Garis Weber, yang menandai perbatasan fauna mamalia Australasia. Sebagaimana yang ditengarai pada tumbuhan, survai-survai fauna memperlihatkan bahwa untuk kelompok-kelompok vertebrata –kecuali burung– Garis Wallace bukan merupakan perbatasan biogeografis yang paling signifikan. Alih-alih Selat Lombok, adalah Kepulauan Tanimbar yang dilalui garis batas antara fauna Oriental dan Australasia, khususnya mamalia dan kelompok vertebrata terestrial lainnya. Demikian pula, untuk kebanyakan invertebrata, kupu-kupu, dan juga burung, Garis Weber yang lebih tepat menggambarkan perbatasan itu ketimbang Garis Wallace.

Max Weber adalah pemimpin Ekspedisi Siboga.

http://id.wikipedia.org/wiki/Max_Carl_Wilhelm_Weber


Garis Lydekker - Lydekker's Line

Richard Lydekker (25 July 1849 – 16 April 1915) was an English naturalist, geologist and writer of numerous books on natural history.

Biography

Lydekker was born in London, and educated at Trinity College, Cambridge, where he took a first-class in the Natural Science tripos (1872).[1] In 1874 he joined the Geological Survey of India and made studies of the vertebrate paleontology of northern India (especially Kashmir). He remained in this post until 1882. He was responsible for the cataloguing of the fossil mammals, reptiles and birds in the Natural History Museum (10 vols., 1891). His books included A Manual of Palaeontology (with Henry Alleyne Nicholson, 2 vols., 1889), Phases of Animal Life (1892) The Royal Natural History[2] (with W. H. Fowler, 8 vols., 1893-6) and The Wild Animals of India, Burma, Malaya, and Tibet (1900). He was a contributor to Encyclopædia Britannica's 11th edition.

Lydekker was also influential in the science of biogeography. In 1895 he delineated the biogeographical boundary through Indonesia, known as Lydekker's Line, that separates Wallacea on the west from Australia-New Guinea on the east.

Lydekker wrote the Royal Natural History London, Frederick Warne & Co, 1894–96 a twelve volume popular work.

http://en.wikipedia.org/wiki/Richard_Lydekker


Tidak ada komentar:

Posting Komentar